Sunday, October 5, 2008

Kontribusi dan Implikasi Teori belajar dan instruksional dalam Teknologi Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variable yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibuuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori adalah hal yang penting. Snelbecter dalam Ratna Wilis (1991:1), berpendapat bahwa perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju, berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang. Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut melahirkan teori belajar dan teori instruksional.

Teori belajar berhubungan dengan psikologi terutama berhubungan dengan situasi belajar. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar, sedangkan teori instruksional lebih bersifat preskriptif dan menerangkan apa yang harus dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan (Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997).

Brunner (1964), mengemukakan bahwa teori belajar adalah deskriptif, sedangkan teori instruksional adalah preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar, sedangkan teori instruksional mempreskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal untuk memudahkan proses belajar.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional dalam teknologi pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan, khususnya yang didasarkan atas pengembangan pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan. Teori belajar instruksional sangat besar perannya dibantu dengan peningkatan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah diatas, rumusan masalah yang dapat dibahas dalam makalah ini adalah:

  1. Alasan apa yang mendasari seorang guru perlu memahami teori belajar?

  2. Bagaimana kontribusi teori belajar dalam teori instruksional?

  3. Bagaimana kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional?

B. Tujuan

Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional dalam teknologi pendidikan






BAB. II PEMBAHASAN

A. Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional Dalam Teknologi Pendidikan

Pengertian kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional secara luas merupakan suatu proses kegiatan untuk mengadakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, serta pengawasan dari teknologi pendidikan dan proses pendidikan, sehubungan dengan itu maka semua kegiatan ataupun aktivitas didalam proses pendidikan harus disertai proses manajemen termasuk dalam pembentukan badan-badan perkumpulan.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan kegiatan di sektor ilmu pendidikan yang dapat diartikan secara luas sebagai kegiatan individu atau umum, usaha dan organisasi yang dengan penempatan manajemen, rekayasa dan modifikasi teknologi melalui investasi penanaman modal untuk mencapai pendidikan yang berkualitas hingga seterusnya dapat memasuki serta menguasai pasar.

Sebagai cabang dari sektor ilmu pendidikan, teori belajar dapat mendorong pengembangan pendidikan dan nilai tambah yang relatif besar dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kegiatan teori belajar dan instruksional merupakan salah satu usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena pendidikan merupakan kebutuhan yang essensial untuk makhluk hidup khususnya manusia disepanjang hidupnya, baik sebagai bahan utama secara langsung maupun kebutuhan secara tidak langsung karena lebih dahulu harus mengalami proses kegiatan pengolahan dengan perlakuan teknologi.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan.

B. Teori Belajar

Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, alasannya:

  1. Membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri si belajar

  2. Dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar

  3. Mungkin pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar

  4. Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar

  5. Hipotesis, konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif

Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:

  1. Teori Belajar Behaviorisme (tingkah laku)

  2. Teori Belajar Kognitivisme

  3. Teori Belajar Humanistik

  4. Teori Belajar Sibernetik


1. Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori belajar ini adalaj perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca).

Yang terpenting dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan out put yang berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah rekasi terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):

  • Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya

  • Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya

  • Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum

  • Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif


Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:

  • Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.

  • Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.


2. Teori Belajar Kognitivisme

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:

No

Piaget

Brunner

Ausubel

1







2

Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa



Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a. Asimilasi

b. Akomodasi

c. Equilibrasi

Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa


Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a. Enaktif (aktivitas)

b. Ekonik (visual verbal)

c. Simbolik

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru


Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:

a. Memperhatikan stimulus yang diberikan

b. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.

Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:

  1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu

  2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks

  3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian

Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:

  1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah

  2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.



3. Teori Belajar Humanistik

Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si belajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Secara umum teori ini cenderung bersifat elektik dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun agar tujuan belajar dapat tercapai. Sebagai contoh teori ini terwujud dalam karya David Krathwol dan Benjamin Bloom (Taksonomi Bloom), Klob (belajar empat tahap), Honey and Mumford (pembagian tentang macam siswa) dan Habermes (tiga macam tipe belajar).

Teori humanistik ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.


4. Teori belajar Sibernetik

Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Teori ini dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan algoritmik dan Neuristik) serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa yaitu type Wholist dan type Ferialist.

Teori sibenrnetik ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar berlangsung sehingga untuk selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa teori ini sulit untuk dipraktekkan.

Aplikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.

C. Teori Instruksional

Teori instruksional merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membantu si belajar memperoleh informasi dan keterampilan baru dengan memperhatikan informasi dan keterampilan yang telah dipel;ajari sebelumnya.

Teori instruksional dapat bersifat perspektif dan deskriptif. Teori instruksional perspektif berguna untuk mengoptimalkan hasil pengajaran yang diinginkan dibawah kondisi tertentu, sedangkan teori instruksional deskriptif berisi gambaran mengenai hasil pengajaran yang muncul sebagai akibat dan digunakannya metode tertentu dibawah kondisi tertentu pula.


D. Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional dalam Teknologi Pendidikan

Teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran telah dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian. Kontribusi spesifik dan pengaruh penelitian dan teori terhadap kawasan-kawasan dalam teknologi pendidikan adalah sebagai berikut:

  1. Desain

Dengan pembelajaran berakar pada teori belajar. Pandangan pakar perilaku sangat mendominasi dalam aplikasi perancangan pembelajaran. Saat ini, perancangan pembelajaran menekankan pada aplikasi psikologi kognitif (polson, 1993 dalam Seel & Richey, 1994)

  1. Pengembangan

Proses pengembangan pembelajaran bergantung pada prosedur desain, akan tetapi prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar,

Kawasan pengembangan ini didasarkan pada teori Shannon dan Weaver (1949), yang menjelaskan tentang penyampaian pasar dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Selain itu kawasan pengembangan juga dipengaruhi oleh literatur visual melalui penerapan teori berfikir visual dan komunikasi visual.

  1. Pemanfaatan

Kawasan ini berkembang dan mencakup pada difusi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan termsuk peranan publik sebagai suatu mekanisme perkembangan. Contoh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan proses dan materi pembelajaran termasuk sikap si belajar terhadap teknologi. tingkat independensi si belajar dan faktor-faktor lain yang dapat menghambat atau mendukung pemanfaatan media tau materi dalam konteks sistem pembelajaran yang lebih luas. Pemanfaatan dalam teknologi pendidikan banyak menyinggung masalah-masalah seperti penggunaan media secara optimal dan pengaruh media terhadap waktu yang diperlukan untuk belajar (Thompson, Simonson, dan Margrave, 1992).

  1. Pengolahan

Pengolahan dalam pembelajaran muncul karena pengaruh aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanistik, dari teori komunikasi, motivasi dan produktifitas, dan ini banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengolahan dan pengelola perubahan.

  1. Penilaian

Analisis dan penilaian peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan teknologi itu sendiri.

BAB. IV PENUTUP

A. Kesimpulan

  1. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman

  2. Teori belajar lebih bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar

  3. Teori instruksional lebih bersifat preskriptif dalam menerangkan apa yang seharusnya dilaksanakan untuk memecahkan maslah-masalah praktis di dunia pendidikan

  4. Ada beberapa teori belajar, antara lain : Behaviorisme, Kognitivisme, Humanistik dan Sibernetik

B. Implikasi

Teori belajar dan instruksional mempunyai kontribusi dan implikasi yang besar pada bidang kawasan teknologi pendidikan.

C. Saran

Perlunya mengoptimalkan kontribusi teori belajar dan instruksional dengan teknologi pendidikan untuk meningkatkankwalitas pendidikan nasional.


Tuesday, September 9, 2008

photo















Prambanan Temple

Monday, September 8, 2008

Bab 3 Kesimpulan

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura merupakan gabungan antara behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan modifikasi perilaku. Penggunaan teori belajar ini sangat cocok untuk kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, daya tahan dan sebagainya, contohnya percakapan bahasa asing, menari, menggunakan komputer, olahraga dan sebagainya.
Penggunaan teori belajar sosial ini sangatlah bersifat umum, sehingga sulit diterapkan pada sekolah-sekolah formal. Hanya dalam situasi sosial dan kemasyarakatanlah banyak terjadi belajar sosial. Teori ini juga sering digunakan pada berbagai pendidikan secara massal.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru/model akan membuat ruang gerak kreativitas siswa sukar berkembang. Penerapan teori ini juga mendapat kendala apabila guru yang mengajar bukanlah menjadi model yang ideal bagi si pebelajar, sehingga hal ini akan menjadi hal yang kurang menyenangkan bagi sipebelajar.

Bab 2 Teori Sosial (Bandura)

Albert Bandura lahir tanggal 4 Desember 1925 di Mundare Alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku, sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Bandura (1977) menyatakan bahwa
"Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely onthe effects of their own action to inform them what to do. Fortunately, most humant behavior is learned obsevationally through modelling: from observing others one forms an idea of hor new behavior are performed, and on later occation this coded information serves as aguide for action".
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh padapola belajar sosial ini. Misalnya seorang yang hidupnya dan lingkungannya dibesarkan dilingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau setidaknya menganggap bahwa judi itu tidak jelek.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah :
1. Perhatian (Attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya)
2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengualangan motorik.
3. Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Motivation)
Selain itu juga yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari pada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsungditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang ditulis dalam buku panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Sebagai contoh: penerapan teori belajar sisial dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintang-bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para "bintang" atau minum obat masuk anginnya "orang pintar"
Teori belajar dari Bandura ini tampaknya memang bisa berlaku umum dalam semua langkah pendidikan sosial, komunikasi, informasi dan instruksional, namun karena kondisinya yang umum tadi maka sulit dilaksanakan dalam sekolah-sekolah formal, sehingga metode belajar sosial dari Bandura ini agak sulit dilakukan. Hanya dalam situasi sosial dan kemasyarakatanlah banyak terjadi belajar sosial. Peristiwa sosial juga terjadi di lingkungan sekolah dan pendidikan pada umumnya, namun hal itu tentu saja sangat khusus dan terbatas, karena suasana dan kondisi yang sudah dirancang secara khusus untuk tujuan yang khusus pula, yakni untuk yujuan mempermudah terlaksananya proses belajar secara efektif.

Pendahuluan Bab 1 Teori Belajar Sosial (Bandura)

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar yang dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mujiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinyaproses belajar. Tiap ahli psikologi memberi batasan yang berbeda tentang belajar, atau terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar. Adanya perbedaan sudut pandang tentang proses belajar maka teori belajar dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :
1. Teori Behaviorisme, yang menekankan pada "hasil" dari proses belajar.
Tokoh yang berperan yaitu : E.L. Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov, John B.
Watson, Edwin R. Guthrie, Clark Hull, B.F. Skinner, Robert Gagne, Albert Bandura.
2. Teori Kognitivisme, menekankan pada "proses" belajar.
Tokoh yang berperan yaitu: Piaget, Ausubel, Brunner dan Gagne.
3. Teori Humanistik, menekankan pada "isi' atau "apa yang dipelajari".
Tokoh yang berperan, Kolb, Honey dan Mumford, Habermas dan Lev Vigotsky.
4. Teori Sibernitik, menekankan pada "sistem informasi" dari yang dipelajari.
Tokoh yang berperan : Landa, Pask dan Scott.
Pada pembahasan dalam makalah ini akan dikhususkan pada teori belajar sosial (Bandura) yang termasuk dalam kelompok behaviorisme.
Pengertian tentang Behaviorisme
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.
Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Disini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Response tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.Pada umumnya teori belajar yang termasuk kedalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netra-pasif-reaktif terhadap stimuli disekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan oleh televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag, maka obatnya dalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakan untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya. Syarat terjadinya prose belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement).
Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepad ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu perduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan gadis cantik dengan bikininya yang ketat.
Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran. Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada yang positif dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.

Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka akan diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi. Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk dikemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan. Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya. Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya. Misalnya, "Bagus!, coba kalau menggambarnya ditempat ini, pasti lebih bagus". Dengan penguatan seperti itu , sang anak tidak merasa dilarang menulis. Hal inilah yang disebut penguatan positif. Contoh penguatan posistif lagi, setiap anak mendapat ranking bagus disekolahnya, orang tuanya memberi hadiah berwisata ke tempat-tempat tertentu yang menarik, atau setidaknya dipuji oleh orang tuanya, maka anak akan berusaha untuk mempertahankan rankingnya tadi pada masa yang akan datang. Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan Stimulus-Respons (S-R bond), pembiasan tanpa penguiatan (Conditioning with no Reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (Conditioning through Reinforcement). Ada satu lagi teori yang masih menganut paham behaviorisme ini adalah teori belajar sosial dari Bandura.